Penaklukan  Afrika Utara (647 M- 709 M) merupakan 
peristiwa penting dan bersejarah  selama masa kekuasaannya. Gubernur 
Mesir kala itu, Amr Ibnu Ash, merasa  terganggu oleh kekuasaan Romawi di
 Afrika Utara. Karenanya, Amr Ibnu Ash  mengerahkan pasukan di bawah 
pimpinan Jenderal Uqbah untuk menaklukkan  wilayah Afrika Utara itu.
Ilmu
 astronomi berkembang seiring dengan kebutuhan penjelajahan kaum  Muslim
 ke berbagai belahan dunia. Pasalnya, astronomi bermanfaat untuk  
navigasi dalam upaya menjangkau negerinegeri yang jauh dari wilayah  
kekuasaan Islam. Dengan demikian, astronomi membantu mengembangkan misi 
 dakwah Islam, juga memperkuat perkembangan ilmu pengetahuan umat. Dalam
  proses menggapai dua misi itu, tak jarang umat Islam harus berhadapan 
 dengan pasukan musuh yang menghadang.
Maka dibutuhkan pasukan 
perang yang kuat dengan bekal pengetahuan  perbintangan yang mumpuni. 
Dalam satu dekade sejak penaklukan Mesir,  umat Islam berhadapan dengan 
Byzantium (Kekaisaran Romawi). Dalam  persaingan itu, umat Islam 
berhasil menguasai Laut Tengah bagian timur,  yakni Cyprus sekitar tahun
 30 H (649 M), dan Rhodes pada tahun 52 H (672  M).
Pada 
saat itu, Kekaisaran Romawi memiliki armada angkatan  laut yang hebat 
dan kuat di Laut Tengah. Mereka menjadi salah satu  kekuatan militer 
terkuat di dunia pada zamannya. Maka, umat Muslim  berpikir bagaimana 
cara melawan angkatan laut yang tak terkalahkan itu.  Sejak saat itulah 
dibentuk armada angkatan laut Muslim. Di sini navigasi  diperlukan untuk
 menuntun arah hingga ke tempat-tempat yang mereka  tuju.
Kaum
 Muslim berkeyakinan, makin teliti seorang navigator  dalam menentukan 
posisinya di tengah laut, berdasarkan peredaran  matahari, bulan, atau 
bintang, makin tinggi pula akurasi perhitungan  waktu dan tempat yang 
dituju. Dengan demikian, persiapan logistik selama  perjalanan pun dapat
 dilakukan secara lebih matang.
Ada kaidah  berbunyi Ma 
laa yatimmul waajib illaa bihi, fahuwa wajib (apa yang  mutlak 
diperlukan untuk menyempurnakan sesuatu kewajiban, hukumnya wajib  
pula). Kaidah ini menjadi pedoman bagi kaum Muslimin dalam menyiapkan  
peperangan melawan Kaisar Romawi ketika itu.
Mereka mulai 
 mempelajari teknik perkapalan, navigasi dengan astronomi maupun kompas,
  dan mesiu. "Bangsa Arab sangat cepat menanggapi kebutuhan akan 
angkatan  laut yang kuat untuk mempertahankan dan mempersatukan daerah  
kekuasaannya," jelas Ahmad Y. Al-Hassan dan Donald R Hill dalam karyanya
  Islamic Technology: An Illustrated History.
Selama era 
kekuasaan  Bani Ummayah, Khalifah Mu'awiyah (602M-680M) berusaha 
memulihkan  kembali kesatuan wilayah Islam. Setelah berhasil mengamankan
 situasi  dalam negeri, Mu'awiyah segera mengerahkan pasukan untuk 
perluasan  wilayah kekuasaan.
Penaklukan Afrika Utara (647
 M- 709 M)  merupakan peristiwa penting dan bersejarah selama masa 
kekuasaannya.  Gubernur Mesir kala itu, Amr Ibnu Ash, merasa terganggu 
oleh kekuasaan  Romawi di Afrika Utara. Karenanya, Amr Ibnu Ash 
mengerahkan pasukan di  bawah pimpinan Jenderal Uqbah untuk menaklukkan 
wilayah Afrika Utara  itu.
Pasukan Uqbah akhirnya berhasil
 menguasai Kairowan hingga ke  bagian selatan wilayah Tunisia. Khalifah 
Mu'awiyah kemudian membangun  benteng untuk melindungi kota Kairowan 
dari serangan pasukan Berber dan  menjadikan kota Kairowan sebagai 
ibukota propinsi Afrika Utara.
Mu'awiyah  tercatat sebagai
 pendiri armada angkatan laut Islam. Ia pernah menjabat  sebagai 
Gubernur Syria, ketika kekhalifahan Islam dipimpin oleh  khalifah 
rasyidah ketiga, Ustman bin Affan. Selama itu pula Mu'awiyah  telah 
memiliki lima puluh armada laut yang tangguh. Pasukan laut ini  akhirnya
 berhasil menaklukkan Cyprus (649 M), Rhodes (672 M), dan  kepulauan 
lainnya di sekitar Asia Kecil.
Dengan penaklukan Afrika  
Utara (647 M- 709 M) dan Spanyol (705-715 M), kirakira 40 tahun  
kemudian, armada angkatan laut Islam di seluruh Laut Tengah menjelma  
sebagai yang terkuat dan tak terkalahkan hingga dua abad berikutnya.  
Pasukan ekspedisi dari Afrika Utara menduduki Sisilia pada tahun 211 H  
(837 M). Angkatan laut tersebut hingga masuk ke wilayah pantai Italia  
dan Prancis Selatan.
Armada laut Turki Ustmani
Berselang
  beberapa abad kemudian, Kesultanan Ustmani (Ottoman) juga mampu  
mengalahkan kekuatan Kaisar Romawi. Mereka berhasil menundukkan  
Konstantinopel (ibu kota Kekaisaran Byzantium) pada tahun 1453. Sejak  
itu, pemerintahan Ustmani mulai mengembangkan Istanbul (kota Islam)  
menjadi pusat pelayaran.
Bahkan, Sultan Muhammad II pun  
menetapkan lautan dalam Golden Horn sebagai pusat industri dan gudang  
persenjataan maritim. Dia juga mengangkat komandan angkatan laut, Hamza 
 Pasha, untuk membangun industri dan gudang persenjataan laut.
Kesultanan
  Ustmani juga membuat sebuah kapal di Gallipoli Maritime Arsenal. 
Dengan  komando Gedik Ahmed Pasha (tahun 1480 M), Kesultanan Ustmani  
memperkokoh basis kekuatan lautnya di Istanbul. Maka tak heran, jika  
marinir Turki mendominasi Laut Hitam dan menguasai Otranto.
Pada
  era kekuasaan Sultan Salim I (1512 M-1520 M), Kesultanan Turki Ustmani
  memodifikasi pusat persenjataan maritim di Istanbul. Salim I berambisi
  menciptakan negara yang kuat, tangguh di darat dan laut. Ia bertekad  
memiliki angkatan laut yang besar dan kuat untuk menguasai lautan.
Pembangunan
  dan perluasan pusat persenjataan maritim pun dilakukan dari Galata  
sampai ke Sungai Kagithane di bawah pengawasan Laksamana Cafer.  
Pembangunan dan perluasan ini rampung pada tahun 1515 M. Proyek besar  
ini menyedot dana hingga sekitar 50 ribu koin.
Selain  
mengembangkan pusat persenjataan Maritim Istanbul, Sultan Salim I juga  
memerintahkan membuat beberapa kapal laut berukuran besar. Selang  
beberapa tahun kemudian, sebanyak 150 unit kapal selesai dibuat. Dengan 
 kekuatan yang dahsyat itu, Sultan Salim I pernah mengatakan, "Jika  
Scorpions (pasukan Kristen) menempati laut dengan kapalnya, jika bendera
  Paus dan raja-raja Prancis serta Spanyol berkibar di Pantai Trace, itu
  semata-mata karena toleransi kami."
Dengan memiliki 
armada kapal  laut terbesar di dunia pada abad ke-16 M, Turki Ustmani 
telah menguasai  Laut Mediterania, Laut Hitam, dan Samudera Hindia. Tak 
heran, bila  kemudian Turki Ustmani kerap disebut sebagai kerajaan yang 
bermarkas di  atas kapal laut. Ambisi Sultan Salim I menguasai Lautan 
akhirnya  tercapai.
Bahkan, sekembalinya Sultan Salim I 
dari Mesir, ia  berpikir kembali akan pentingnya membangun kekuatan di 
lautan yang lebih  kuat. Sebelumnya, kekuasaan Ustmani Turki telah 
menguasai pelabuhan  penting di Timur Mediterania, seperti Syiria dan 
Mesir. Gagasan Sultan  Salim I ini terus dikembangkan oleh sultan-sultan
 berikutnya. Berkat  kehebatannya, Turki Ustmani sempat menjadi adikuasa
 yang disegani  bangsa-bangsa di dunia, baik di darat maupun di laut.
Mengenal Tipe Kapal Perang
Seiring
  berkembangnya teknologi navigasi, teknologi perkapalan pun berkembang 
 pesat di dunia Islam. Teknologi perkapalan merupakan kekuatan industri 
 dunia terbesar di abad pertengahan. Ketika itu, umat Islam memiliki  
begitu banyak pelabuhan yang ramai dan padat.
Dan di 
sepanjang  daerah pantai kota-kota Islam banyak berdiri pusat-pusat 
pembuatan dan  perakitan kapal. Setiap negeri Muslim menciptakan kapal 
dengan model dan  jenis yang berbeda-beda. Selain membuat kapal untuk 
tujuan berniaga,  pada era itu umat Islam juga gencar membuat 
kapal-kapal perang.
Kapal  perang dibangun untuk 
memperkokoh pertahanan wilayah kekuasaan  kekhalifahan Islam di lautan. 
Sehingga, ketika itu kekhalifahan Islam  tak hanya tangguh di darat, 
namun juga kuat di lautan. Begitu sulit  untuk dikalahkan. Kapal perang 
didesain lebih ramping dan dikendalikan  dengan layar atau dayung. 
Sedangkan, kapal niaga dibangun dengan cukup  lebar.
Rancangan
 seperti itu sengaja dibuat agar kapal dapat  membawa barang dalam 
jumlah yang banyak. Pada masa itu, kapal perang  yang paling besar 
sanggup menampung sekitar 1.500 pasukan. Sedangkan  kapal dagang yang 
besar mampu menampung 1.000 ton barang.
Menurut  Al-Hasan 
dan Hill, pada mulanya kapal-kapal perang tersebut dibuat di  Mesir dan 
Syria oleh para ahli pembuat kapal nomor wahid. Konstruksi  kapal dibuat
 sama dengan kapal-kapal yang dibuat oleh angkatan laut  Byzantium. 
"Para kelasi direkrut dari penduduk setempat, tetapi para  tentara yang 
membawahi mereka adalah orang-orang Arab," jelas Al-Hassan  dan Hill.
Seiring
 berjalannya waktu, dunia perkapalan semakin  maju. Bahkan pembuatan 
kapal serta perlengkapan angkatan laut secara  keseluruhan menjadi mata 
usaha orang-orang Islam kala itu. Akibatnya,  kaum Muslimin menjadi ahli
 dalam kedua cabang keahlian yang berkaitan  dengan kelautan itu. Mereka
 tercatat membuat beberapa kemajuan penting.  Kapal-kapal yang besar 
mampu mereka hasilkan. Bahkan mereka merancang  kapal perang besar 
seperti shini, kapal besar (galley) yang digerakkan  dengan 143 dayung.
Pada
 tahun 326 H (972 M), papar Al-Hasan dan  Hill, Khalifah Mu'izz Din 
Allah dari Dinasti Fathimiyyah menjadi  pimpinan pembuatan 600 kapal di 
galangan kapal Maqs di Mesir. Salah satu  kapal besar lainnya tipe 
buttasa, sebuah kapal layar yang dapat  menopang sebanyak 40 layar. 
"Salah satu kapal jenis ini membuat rekor  dengan kemampuannya memuat 
1.500 orang termasuk awak dan tentara,"  ungkap Al-Hasaan dan Hill.
Adapun
 jenis kapal lainnya adalah  ghurab (secara harafiah berarti gagak). 
Dinamai demikian mungkin  berdasarkan bentuk haluan kapal tersebut. 
Jenis lainnya adalah kapal  shallandi, kapal dengan dek lebar yang 
digunakan untuk membawa muatan.  Dua nama kapal tersebut sampai ke 
Eropa, bahkan masuk ke dalam kosakata  bahasa Eropa dan berubah menjadi 
corvett dan challand.
Kaum  Muslim juga mampu membuat 
kapal jenis qurqura (bahasa Latinnya berburu),  yakni kapal Cyprus yang 
besar untuk membawa kebutuhan armada. Mereka  juga menciptakan beberapa 
kapal kecil yang dirancang untuk tujuan-tujuan  tertentu, seperti kapal 
untuk suplai barang dan senjata, kapal untuk  komunikasi dari kapal ke 
pantai, kapal pengintai, dan kapal untuk  pengeran dan penangkapan 
musuh. "Kebanyakan kapal itu didayung, tetapi  shubbak (perahu nelayan 
Laut Tengah) selain mempunyai dayung-dayung  dilengkapi pula dengan 
sejumlah layar," kata Al-Hassan dan Hill.
Jenis  kapal 
yang lebih besar bisa digunakan untuk membawa penembak misi dan  
mesin-mesin untuk melepaskan bahan peledak dan juga untuk membawa para  
awak kapal yang terampil. Ketika teknologi perkapalan belum canggih,  
pertempuran laut berlangsung dalam jarak jauh. Namun dalam  
perkembangannya, semua kapal dilengkapi jepitan besi untuk merapatkan  
pinggiran lambung kapal musuh, sehingga banyak pertempuran pada akhirnya
  ditentukan oleh perkelahian berhadap-hadapan antara para awak dan  
pelaut yang sedang bertempur.(rp) www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar