assalamu'alaikum wr wb
segala puji bagi Allah tuhan seluruh alam
Tauhid
 memiliki kedudukan yang sangat  agung dan utama di  dalam agama Islam, 
karena sesungguhnya tauhid  merupakan inti ajaran  Islam ini.
Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi –rahimahullah- berkata, “Ketahuilah, bahwa tauhid merupakan awal dakwah seluruh para rasul, awal tempat singgah perjalanan, dan awal tempat berdiri seorang hamba yang berjalan menuju Allah.” (Minhatul Ilahiyah Fi Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal. 45).
Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah –rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla
 telah mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya, menciptakan 
  langit-langit dan bumi, agar Dia dikenal, diibadahi, ditauhidkan, dan 
  agar agama itu semuanya bagi Allah, semua ketaatan untuk-Nya, dan 
dakwah   hanya untuk-Nya.”
Kemudian beliau menyebutkan beberapa  
ayat Al-Qur’an (Adz-Dzariyat:  56; Ath-Thalaq: 12; Al-Maidah: 97), lalu 
 berkata, “Allah memberitakan  bahwa tujuan penciptaan dan perintah 
adalah  agar dikenal nama-nama-Nya  dan sifat-sifat-Nya, hanya Dia yang 
 diibadahi, tidak disekutukan.”  (Ad-Da’ wad Dawa’, hal:196, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit: Dar Ibnil Jauzi).
Oleh
 karena itulah, tidak mengherankan  bahwa tauhid memiliki banyak  sekali
 keutamaan. Di antara keutamaannya  adalah bahwa tauhid  menggugurkan 
dosa-dosa. Inilah di antara dalil yang  menunjukkan hal  tersebut:
1- Dosa sepenuh bumi gugur dengan tauhid.
عَنْ
 أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ  اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ  
وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ  مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ
  عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَأَزِيدُ وَمَنْ  جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَجَزَاؤُهُ
  سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا أَوْ أَغْفِرُ  وَمَنْ تَقَرَّبَ مِنِّي شِبْرًا  
تَقَرَّبْتُ مِنْهُ ذِرَاعًا وَمَنْ  تَقَرَّبَ مِنِّي ذِرَاعًا 
تَقَرَّبْتُ  مِنْهُ بَاعًا وَمَنْ أَتَانِي  يَمْشِي أَتَيْتُهُ 
هَرْوَلَةً وَمَنْ  لَقِيَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ  خَطِيئَةً لَا يُشْرِكُ
 بِي شَيْئًا  لَقِيتُهُ بِمِثْلِهَا مَغْفِرَةً
Dari Abu Dzarr, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah
   ‘Azza Wa Jalla berfirman, ‘Barangsiapa membawa satu kebaikan, maka 
dia   mendapatkan balasan sepuluh kalinya, dan Aku akan menambahi.  
Barangsiapa  membawa satu keburukan, maka balasannya satu keburukan  
semisalnya, atau  Aku akan mengampuni. Barangsiapa mendekat kepada-Ku  
sejengkal, niscaya  Aku mendekatinya sehasta. Barangsiapa mendekat  
kepada-Ku sehasta,  niscaya Aku mendekatinya sedepa. Barangsiapa  
mendatangi-Ku dengan  berjalan, niscaya Aku mendatanginya dengan  
berjalan cepat. Barangsiapa  menemui-Ku dengan dosa sepenuh bumi, dia  
tidak menyekutukan sesuatupun  dengan-Ku, niscaya Aku menemuinya dengan 
 ampunan seperti itu.’” (Hadits shahih riwayat Muslim no. 2687; Ibnu Majah, no. 3821; Ahmad, no. 20853).
Dalam hadits lain diriwayatkan,
عَنْ
 أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ  رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ  
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ  تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ
  آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي  وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا  
كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا  ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ  
عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ  اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي 
 يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ  لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا 
 ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا  تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا  
مَغْفِرَةً
Dari Anas bin Malik , dia berkata,  “Aku mendengar 
Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah  Tabaraka Wa 
Ta’ala  berfirman, ‘Wahai anak Adam, sesungguhnya selama  engkau berdoa 
 kepada-Ku dan mengharap kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni  untukmu dosa
  yang ada padamu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam,  seandainya  
dosa-dosamu mencapai awan di langit, kemudian engkau mohon  ampun  
kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu, dan Aku tidak peduli. Wahai  anak  
Adam, sesungguhnya jika engkau menghadap-Ku dengan dosa sepenuh  bumi,  
kemudian menemui-Ku, engkau tidak menyekutukan sesuatupun  dengan-Ku,  
niscaya Aku menemuimu dengan ampunan seperti itu.” (Hadits shahih riwayat Tirmidzi, no. 3540. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Hadits
 ini memuat tiga sebab untuk  meraih ampunan Allah, yaitu:  berdoa 
disertai dengan harapan, istighfar  (mohon ampun), dan tauhid.  Imam 
Ibnu Rajab Al-Hanbali –rahimahullah-  berkata, “Sebab ke  tiga 
di antara sebab-sebab ampunan adalah tauhid.  Ini adalah sebab yang  
terbesar. Barangsiapa kehilangan tauhid, maka dia  telah kehilangan  
ampunan dari Allah. Dan barangsiapa menghadap Allah  dengan membawa  
tauhid, maka dia telah membawa sebab ampunan yang paling  besar. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya,
 Allah tidak akan  mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala 
dosa  yang selain dari  (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (Q.S. An-Nisa’/4: 48, 116).
Maka,
 barangsiapa menghadap Allah  dengan bertauhid, walau dengan  membawa 
dosa sepenuh bumi, maka Allah  akan menemuinya dengan ampunan  sepenuh 
bumi juga. Tetapi ini bersama  dengan kehendak Allah ‘Azza wa Jalla.
  Jika Dia menghendaki, Dia  akan mengampuninya; Namun, jika Dia  
menghendaki, Dia akan menyiksanya  dengan sebab dosa-dosanya. Kemudian, 
 akhirnya dia tidak kekal di dalam  neraka, namun akan keluar darinya,  
kemudian akan measuk ke dalam surga.”  (Jami’ul ‘Uluum wal Hikam, juz 1, hal. 416-417, dengan penelitian Syu’aib Al-Arnauth dan Ibrahim Baajis, penerbit. Muassasah Ar-Risalah).
2- Sembilan puluh sembilan lembar catatan keburukan gugur dengan tauhid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ
 اللَّهَ سَيُخَلِّصُ رَجُلًا مِنْ  أُمَّتِي عَلَى رُءُوسِ  الْخَلَائِقِ 
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَنْشُرُ  عَلَيْهِ تِسْعَةً  وَتِسْعِينَ سِجِلًّا 
كُلُّ سِجِلٍّ مِثْلُ مَدِّ  الْبَصَرِ ثُمَّ يَقُولُ  أَتُنْكِرُ مِنْ 
هَذَا شَيْئًا أَظَلَمَكَ  كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ  فَيَقُولُ لَا يَا 
رَبِّ فَيَقُولُ أَفَلَكَ  عُذْرٌ فَيَقُولُ لَا يَا  رَبِّ فَيَقُولُ 
بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا  حَسَنَةً فَإِنَّهُ لَا ظُلْمَ  عَلَيْكَ 
الْيَوْمَ فَتَخْرُجُ بِطَاقَةٌ  فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ  إِلَّا 
اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ  مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ  فَيَقُولُ 
احْضُرْ وَزْنَكَ فَيَقُولُ  يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ  مَعَ 
هَذِهِ السِّجِلَّاتِ فَقَالَ  إِنَّكَ لَا تُظْلَمُ قَالَ فَتُوضَعُ  
السِّجِلَّاتُ فِي كَفَّةٍ  وَالْبِطَاقَةُ فِي كَفَّةٍ فَطَاشَتِ  
السِّجِلَّاتُ وَثَقُلَتِ  الْبِطَاقَةُ فَلَا يَثْقُلُ مَعَ اسْمِ اللَّهِ
  شَيْءٌ
Sesungguhnya, Allah akan  membebaskan seorang lelaki 
dari umatku  di hadapan seluruh makhluk pada  hari kiamat. Akan 
dibentangkan padanya  99 lembaran (catatan amal  keburukan), tiap-tiap 
lembaran seukuran  sejauh pandangan mata. Kemudian  Allah bertanya, “Apakah engkau mengingkari sesuatu dari lembaran (catatan amal keburukan) ini? Apakah para (malaikat) penulis-Ku al-Hafizhun (yang mencatat) menzhalimimu?”
Maka,
 hamba tadi menjawab, “Tidak  wahai Rabbku.” Allah bertanya  lagi, 
“Apakah engkau memilik alasan?”  Maka, hamba tadi menjawab, “Tidak  
wahai Rabb-ku.” Maka, Allah berfirman,  “Benar, sesungguhnya di sisi Kami engkau memiliki satu kebaikan. Sesungguhnya pada hari ini engkau tidak akan dizhalimi.
 Kemudian, dikeluarkan sebuah bithaqah (karcis) yang bertuliskan:   
Asyhadu alla ilaaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu   
warasuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali  
 Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah adalah hambaNya dan   
Rasul-Nya. Allah berfirman, “Datangkanlah timbanganmu.”
 Hamba tadi berkata, “Wahai Rabb-ku, apa (pengaruh) karcis ini terhadap 
  lembaran-lembaran ini.” Maka, Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau   
tidak akan dizhalimi.” Rasulullah bersabda, “Maka, lembaran-lembaran itu
   diletakkan di atas satu daun timbangan, dan satu karcis tersebut   
diletakkan di atas satu daun timbangan yang lain. Maka, ringanlah   
lembaran-lembaran itu, dan beratlah karcis tersebut. Maka, sesuatupun   
tidak berat ditimbang dengan nama Alah.” (H.R. Ahmad, II/213;   
Tirmidzi, no:2639; Ibnu Majah, no. 4300; dari Abdullah bin Amr bin   
Al-‘Ash. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh (wafat th 1285 H) –rahimahullah- berkata di dalam kitabnya Fathul Majid:
“Barangsiapa mengatakan Laa ilaaha illa Allah
 dengan sempurna, yang mencegahnya dari syirik besar dan syirik kecil,  
 maka orang ini tidak akan terus-menerus melakukan suatu dosa, sehingga 
  dosa-dosanya diampuni dan diharamkan dari neraka. 
Dan
 jika dia mengatakannya  dengan sifat yang mencegahnya  dari syirik 
besar, tanpa syirik kecil, dan  setelah itu dia tidak  melakukan perkara
 yang membatalkannya, maka hal  itu merupakan kebaikan  yang tidak bisa 
ditandingi oleh kejelekan apapun  juga. Sehingga  timbangan kebaikannya 
menjadi berat dengan hal itu,  sebagaimana  tersebut di dalam hadits 
bithaqah, sehingga dia diharamkan  dari neraka,  tetapi derajatnya di 
surga berkurang sekadar dosa-dosanya.” (Fathul Majid I/139-140, tahqiq Dr. Al-Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Aalu Furrayyan, penerbit: Majlis Islam Al-Asiawi).
Setelah
 kita mengetahui hal ini, maka  hendaklah kita memperhatikan  tauhid 
dengan sebenar-benarnya,  memahaminya, dan mengamalkannya,  sehingga 
kita meraih keutamaannya.  Hanya Allah tempat memohon  pertolongan.
Penulis:
 Ustadz Abu Isma’il Muslim Atsari (Anggotad Dewan Redaksi Majalah 
As-Sunnah, Pengasuh Ma’had Ibnu Abbas As-Salafy, Masaran, Sragen, Jawa 
Tengah)
Artikel www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar