Syahid Yang Masih Hidup
Kemurahan dan 
kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah patut kita contoh dan kita teladani.
 Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam 
pengorbanan jiwa.
Thalhah bin Ubaidillah merupakan salah seorang 
dari delapan orang yang pertama masuk Islam, dimana saat itu satu orang 
bernilai seribu orang.
Sejak awal keislamannya hingga akhir 
hidupnya ia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Ia 
juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi 
berkhianat. Thalhah masuk Islam melalui anak pamannya, Abu Bakar 
Assiddiq ra.
Dengan 
disertai Abu Bakar Assiddiq, Thalhah pergi menemui Rasulullah SAW. 
Setelah berhasil berjumpa dengan Rasulullah SAW, Thalhah mengungkapkan 
niatnya hendak ikut memeluk Dinul haq, Islam. Maka Rasulullah SAW 
menyuruhnya mengucapkan dua kalimat syahadat. 
Setelah menyatakan
 keislamannya di hadapan Muhammad SAW. Thalhah dan Abu Bakar ra. pun 
pergi. Tapi di tengah jalan mereka dicegat oleh Nofal bin Khuwalid yang 
dikenal dengan “Singa Quraisy”, yang terkenal kejam dan bengis.  Nofal 
kemudian memanggil gerombolannya untuk menangkap mereka. Ternyata 
Thalhah dan Abu Bakar tidak hanya ditangkap saja, mereka diikat dalam 
satu tambang. Semua itu dilakukan Nofal sebagai siksaan atas keislaman 
Thalhah. 
Oleh karena itulah Thalhah dan Abu Bakar ra. dijuluki 
“Alqori-nain” atau “dua serangkai”. Dan sesudah masuk Islam Thalhah 
selalu mendampingi Rasulullah SAW. 
Riwayat hidup Thalhah 
merupakan hembusan angin yang harum dalam rangkaian sejarah yang agung 
penuh keteladanan. Oleh karena itu alangkah patutnya bila kita 
menerapkan sejarah lama untuk masa kini dan merintis jalan yang pernah 
ditempuh pendahulu kita serta beriman sebagaimana mereka beriman, jujur,
 ikhlas dan setia seperti yang mereka lakukan dan berjihad sebagaimana 
mereka berjihad.
Nasib agama kita akan membaik bila kita 
menempuhnya dengan cara yang ditempuh para pendahulu kita, sebagaimana 
yang Allah firmankan: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar 
terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang 
menggunakan pendengarannya sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qoof : 37)
Thalhah
 adalah seorang lelaki yang gagah berani, tidak takut menghadapi 
kesulitan, kesakitan dan segala macam ujian lainnya. Ia orang yang kokoh
 dalam mempertahankan pendirian meskipun ketika di jaman jahiliyah.
Ketika
 pergi ke Syam ia singgah sebentar di Bushra. Di situ ia mendengar ada 
seorang pastur yang sedang mencari orang berasal dari Mekah. Mengetahui 
hal itu maka Thalhah segera mendekati pastur itu. Ternyata pastur itu 
mempertanyakan seorang lelaki bernama Ahmad bin Abdillah bin Abdul 
Muthalib di Mekah, karena kini sudah saatnya dia muncul.
 Setelah pulang dia bertemu dengan Abu Bakar dan masuk Islam sesudah Utsman bin Affan.
Sewaktu
 perang Badar, Thalhah tidak ikut bertempur di medan laga karena pada 
waktu itu ia diberi tugas khusus oleh Rasulullah SAW sebagai pengintai 
kafilah Quraisy yang tengah menuju daerah Alhaura.
III. Perang Uhud
Bila
 diingatkan tentang perang Uhud, Abu Bakar ra. selalu teringat pada 
Thalhah. Pada waktu itu akulah orang pertama yang menjumpai Rasulullah 
SAW. Ketika melihat aku dan Abu Ubaidah, baginda berkata kepada kami: 
“Lihatlah saudaramu ini.” Pada waktu itu aku melihat tubuh Thalhah 
terkena lebih dari tujuh puluh tikaman atau panah dan jari tangannya 
putus. 
Bagi bangsa Quraisy perang Uhud merupakan tindak balas 
atas kekalahannya sewaktu perang Badar. Pada awal pertempuran Uhud kaum 
muslimin telah memperoleh kemenangan. Pasukan kafir Quraisy kocar-kacir 
dan mundur dari medan perang. Tapi ketika kaum muslimin melihat mereka 
mundur, para pemanah yang bertugas di bukit menutup jalur belakang 
segera berlari turun. Mereka kemudian mengumpulkan barang-barang 
peninggalan musuh. Mereka mengira pertempuran telah berakhir. 
Ternyata
 pasukan musuh menerobos melalui jalur belakang. Pasukan kaum muslimin 
benar-benar telah lengah sehingga mereka dapat dipukul dari dua arah, 
maka mendadak mereka menjadi panik dan tak tahu harus berbuat apa. 
Peristiwa ini akibat dari kesalahan pasukan pemanah yang ditugaskan oleh
 Rasulullah SAW untuk melindungi pasukan muslimin dari serangan musuh 
yang berasal dari belakang.
Pertempuran sengitpun terjadilah. 
Kaum musyrikin benar-benar ingin membalas dendam. Mereka masing-masing 
mencari orang yang pernah membunuh keluarga mereka sewaktu perang Badar.
 Mereka berniat akan membunuh dan memotong-motongnya dengan sadis.
Semua
 musyrikin berusaha mencari Rasulullah SAW. Dengan pedang-pedangnya yang
 tajam dan mengkilat mereka terus mencari Rasulullah SAW. Mereka amat 
gemas, benci dan penasaran karena sewaktu hijrah ke Madinah, mereka 
tidak berhasil menemukan Muhammad. Kini, pada saat perang Uhud, mereka 
dengan dendam membara terus mencarinya. Tetapi kaum muslimin melindungi 
Rasulullah SAW. Mereka melindungi baginda Rasulullah SAW dengan tubuhnya
 dan dengan segala daya. Mereka rela terkena sabetan, tikaman pedang dan
 anak panah. 
Tombak dan panah menghujam mereka, tetapi mereka 
tetap bertahan melawan kaum musyrikin Quraisy. Hati-hati mereka berucap 
dengan teguh, “Aku korbankan ayah ibuku untuk engkau ya Rasulullah.” 
Salah
 satu diantara mujahid yang melindungi nabi SAW dengan tulus ikhlas 
adalah Thalhah. Ia berperawakan tinggi kekar. Ia ayunkan pedangnya ke 
kanan dan ke kiri. Ia melompat ke arah Rasulullah yang tubuhnya telah 
berdarah. Dipeluknya tubuh baginda dengan tangan kiri dan dadanya. 
Sementara pedang yang ada di tangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan 
yang mengelilinginya seperti laron yang tidak mempedulikan maut. 
Alhamdulillah, Rasulullah selamat. Peristiwa ini merupakan pelajaran dan pengalaman pahit yang tidak terlupakan.
Itulah
 sekilas uraian tentang keteguhan dan pengorbanan Thalhah melindungi 
Rasul-Nya. Thalhah memang merupakan seorang pahlawan dalam barisan 
tentara perang Uhud. Ia siap berkorban membela Nabi SAW. Ia memang patut
 ditempatkan pada barisan depan karena Allah telah menganugerahkan 
kepada dirinya tubuh yang kuat dan kekar, keimanan yang teguh dan 
keikhlasan pada agama Allah.
Akhirnya kaum musyrikin pergi meninggalkan medan perang. Mereka mengira Rasulullah SAW telah tewas. 
Alhamdulillah,
 Rasulullah SAW selamat walaupun dalam keadaan menderita luka-luka. 
Baginda dipapah oleh Thalhah menaiki bikit yang ada di ujung medan 
pertempuran. Tangan, tubuh dan kakinya diciumi oleh Thalhah seraya 
berkata, “Aku tebus engkau ya Rasulullah dengan ayah ibuku.” 
Nabi
 SAW tersenyum dan berkata, “Engkau adalah Thalhah kebajikan.” Di 
hadapan para sahabat Nabi SAW bersabda, “Keharusan bagi Thalhah adalah 
memperoleh….”. Yang dimaksud Nabi SAW adalah memperoleh surga. Sejak 
peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan “Burung Elang dari Uhud”.
IV. Ketika Thalhah Hijrah
Pada
 waktu hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW pergi dengan Abu Bakar ra., 
sedangkan Ruqayah, putri Rasulullah SAW pergi bersama suaminya, Utsman 
ra. Adapun Zainab, putri sulung Rasulullah SAW tidak hijrah karena ia 
menetap di Mekah bersama suaminya Abul Ash ibnu Arrabi yang masih kafir.
 Adapun Ummu Khaltum dan Fatimah tengah menunggu orang yang akan 
menemani dan mengawal mereka sehingga bisa selamat sampai di kota 
Madinah. Dan Thalhah mendapat kehormatan untuk menyertai mereka. 
Pengawalan
 khalifah diserahkan kepada Zaid bin Haritsah dan Usamah bin Zaid. 
Kafilah berangkat ke Madinah. Mereka yang ikut serta dalam rombongan itu
 antara lain Fatimah, Ummu Khaltum dan istri Rasulullah SAW ummul 
mukmu\inin yaitu Saudah binti Zum’ah dan Ummu Aiman ra.
V. Thalhah yang Dermawan
Pernahkah
 anda melihat sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi daratan
 dan lembah? Begitulah Thalhah bin Ubaidillah. Ia adalah salah seorang 
dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan. Istrinya 
bernama Su’da binti Auf.
Pada suatu hari istrinya melihat Thalhah
 sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat keadaan suaminya, sang
 istri segera menanyakan penyebab kesedihannya, dan Thalhah menjawab, 
“Uang yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak sehingga 
memusingkanku. Apa yang harus kulakukan?” Maka istrinya berkata, “Uang 
yang ada di tanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir miskin.” Maka 
dibagi-bagikannyalah seluruh uang yang ada di tangan Thalhah tanpa 
meninggalkan sepeser pun. 
Assaib bin Zaid pun berkata tentang 
Thalhah. Katanya, “Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan 
maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih 
dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang 
dan pangannya.” 
Jabir bin Abdullah pun bertutur, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dati Thalhah walaupun tanpa diminta.” 
Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki “Thalhah si dermawan”, “Thalhah si pengalir harta”, “Thalhah kebaikan dan kebajikan”.
VI. Wafatnya Thalhah
Sewaktu
 terjadi pertempuran “Al Jamal”, Thalhah bertemu dengan Ali ra. Ali 
memperingatkannya agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah 
panah mengenai betisnya maka dia segera dipindahkan ke Basra dan tak 
berapa lama kemudian karena lukanya yang cukup dalam, ia wafat.
Thalhah wafat pada usia enam puluh tahun dan dikubur di suatu tempat dekat padang rumput di Basra.
Rasulullah
 SAW pernah berkata pada para sahabat ra. “Orang ini termasuk yang gugur
 dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas bumi 
maka lihatlah Thalhah.”
Hal ini juga dikatakan Allah dalam 
firman-Nya: “Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang 
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka diantara 
mereka ada yang gugur, dan diantara mereka ada (pula) yang 
menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya.” (QS. Al 
Ahzab : 23)
Referensi : 
1. 60 Karakter Sahabat Rasul, CV. Diponegoro
2. Sepuluh Sahabat Yang Dijamin Masuk Surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar