Senin, 04 Juni 2012

Sahabat Yang Berarti

Bismillah….
Ini adalah kisah seorang Sahabat. Dia adalah seorang pelajar, dan ia mungkin hidup dengan kemewahan, dan apapun selalu diberikan, tetapi kita akan lihat sisi lain dari kemewahan Sahabat kita ini.
Sekolah di salah satu SMA Favorit membuatnya memiliki teman-teman dari kelas atas. Tetapi, ia merasa tidak benar-benar memiliki teman. Ia selalu berangkat dengan supir dan kembali dengan supir, tanpa teman. Temannya hanya ada ketika ia senang dan tidak pernah ada ketika ia kesusahan.
Bahkan, menurutnya sahabat sejati itu tidak ada, ia hanya menganggap semua orang teman biasa. Ia pun memiliki pacar, tetapi selalu tidak pernah setia, setiap mendapat uang, ia senang, setiap tidak ada uang, pacarnya marah.
Orang tuanya pun tidak pernah menganggap anaknya, ia hanya sekedar sayang tanpa pernah merasakan apa artinya keluarga. Tetapi suatu ketika, ia diantar pulang sang supir, tiba-tiba tanpa sengaja ia menabrak seseorang. Supir itu menolong langsung menolong orang tersebut, tetapi Sahabat kita ini hanya diam di dalam mobil.
“Den, aden pindah saja ke depan, orang ini pingsan den”
“Ngapain sih dibawa”
“Tapi gak ada orang di sini, ntar ketangkep polisi.”
“Iya iya… gue pindah”
Selama perjalanan, Sahabat kita ini hanya merenung, tetapi ia terkaget ketika mobil memasuki Rumah Sakit.
“Mang, kenapa dibawa kesini”
“Iya kasihan atuh den, aden mau nunggu apa pulang naik taksi?”
“nunggu deh, ntar gue dimarahin gak pulang ama lu”
Setelah diperiksa, ternyata orang ini hanya syok. Sahabat kita ini pun melihat ke dalam ruang dan melihat orang tersebut. Sedangkan Supirnya membayar biaya perawatannya.
Tetapi, ia kaget melihat orang tersebut turun dari ranjang.
“Eh, mau kemana, kan belum sembuh”
“Saya harus ke masjid, anak-anak pada nunggu saya ngajar mengaji”
“Tapi kamu masih sakit”
“Taka pa”
“Jangan”
Akhirnya, sang supir masuk dan menyuruh agar orang itu tidur kembali. Dan sang supir kemudian ijin pergi ke masjid untuk membatalkan kegiatan mengaji itu.
Sahabat kita ini hanya diam menunggu orang di dalam ruangan itu. Lalu, orang itu pun bertanya pada sahabat kita ini.
“Nama anda siapa ya? baik sekali mau menunggu saya”
“Gak apa-apa, ntar saya yang bayar saja, ngomong-ngomong Anda ini ustad?”
“Bukan, Saya hanya mengajar ngaji di masjid sana”
“Ow, begitu ya” balas Sahabat ini dengan wajah murung.
“Kenapa?”
“Gak pa-pa, saya cuma sadar saja, saya ini gak tahu agama saya, bingung, KTP saya Islam, tetapi orang tua saya masukkin saya ke sekolah Khatolik, katanya biar disiplin, tetapi yang saya tahu cuma kitab-kitab yang bukan agama saya, sampai sekarang pun saya gak pernah punya temen gara-gara suka menyendiri, tetapi saya mau pindah pun takut ama orang tua.” Sahabat menjelaskan dan dilihat oleh pak supir dari pintu ruang rawat.
“Ow, pernah sholat atau ngaji?”
Sahabat kita hanya diam dan menggelengkan kepalanya.
“Yah, bukan salah siapapun kalau kita nggak bisa ngaji, sholat atau ibadah lain, tetapi sebagai umat Islam kita harus bisa itu. Saya bisa ngajarin kok kalo kamu mau”
“Tetapi, saya udah kelanjur dewasa, pikiran saya pun udah berbeda dari anak-anak.”
“Tapi ga ada salahnyakan kalo kita coba dulu”
“hmmm, okelah ga ada salahnya juga”
Setahun berselang…
Sahabat kita ini berjalan-jalan di pinggir sungai bersama sang ustad yang merupakan orang yang ditabraknya itu dan mereka menuju ke pondok sembahyang di pinggir sungai itu.
Sahabat kita ini telah bisa menjadi imam bagi sang ustad, dan beberapa pemuda. Selesai sholat berjamaah Ashar itu, sang pemuda pun melihat Sahabat kita ini.
“Eh, kita kan dulu sekelas waktu kelas 2, ingat gak?
“Eh, elu, masih inget lah, masak lupa ama temen sendiri”
“Sekarang tampilan lu alim banget, top dah, sekarang lu pindah kemana, gak kelihatan lagi di Sekolah”
“Gue pindah ke SMA Islam, Kenalin ini, orang yang membuka mata gue tentang Islam”
“Wuih, bertemennya ama Pak ustad”
Setelah itu, ia menjadi terbuka kepada setiap orang, memiliki banyak sahabat, bukan lagi teman biasa dan kedua orang tuanya pun juga ikut sadar. Dan ternyata, Islam itu membuka mata tentang indahnya persahabatan dan harmoni bagi sang Sahabat kita ini.
Yah, setiap orang pasti menemukan jalan sendiri menuju indahnya persahabatan dan harmoni kehidupan.
Diambil dari blog duaribuan.
Sahabat itu bukan sekedar teman yang menemani kita. Akan tetapi rela berkorban serta bermanfaat bagi kita dan orang lain…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar