Sekilas mengenal profil pesantren Rubat Tarim yang telah banyak  
menelorkan ulama besar di Asia Tenggara, Afrika dan penjuru dunia  
lainnya Pendahuluan
Kota Tarim sejak dulu
 merupakan pusat  ilmu dan penyebaran agama Islam, pakar sejarah 
mengatakan demikian.  Kerena, melalui perantau yang berasal dari kota 
ini pada khususnya dan  Hadramaut pada umumnya Islam menyebar hingga ke 
Timur Asia, India,  Indonesia, Malaysia, Berunei Darussalam, Fhilipina, 
Singapura, juga  belahan Afrika, Kongo, Somalia, dan Sudan.
Mereka
  para muhajirin tersebut pergi untuk berdakwah, dan untuk mencukupi  
kebutuhan hidup mereka berdagang, hingga negeri-negeri yang dulunya  
kafir berubah menjadi negeri-negeri Islam.
Sayyidina Imam 
Ahmad  bin Hasan al-Attas menyebutkan bahwa sebagian ulama Tarim telah 
hijrah  sejak lebih dari 1000 tahun lalu, diantara mereka ada yang 
menjadi qadhi  (hakim) di Mesir, padahal negeri ini dan    al-Azharnya 
sudah terkenal  sejak dulu sebagai pusat cendekiawan-cendekiawan muslim.
Pada
  abad-abad selanjutnya fenomena ini mulai berubah, jika sebelumnya para
  ulama hijrah dari kota Tarim Al-Ghanna ini, kini orang mulai 
berdatangan  ke Tarim untuk menuntut ilmu. Itu terjadi baik dimasa hidup
 Habib Syekh  Abu Bakar bin Salim, masa putra beliau Hamid dan Husin 
juga di masa  Imam Abdullah al-Haddad. Hal ini terjadi terus menerus 
hingga pada paruh  pertama abad ke-13 H. Kota Tarim kian dipenuhi 
pendatang asing,  diantara mereka Sayyid Imam al-Habib Sholeh 
al-Bahrain, Salim bin Sa’id  bin Syumaeil, Syekh Abdullah Basaudan, 
al-Habib Abu Bakar bin Abdullah  al-Attas, dan sebagainya. 
Pendatang-pendatang ini tinggal di  mesjid-mesjid dan juga di 
zawiyah-zawiyah yang ada di Tarim.    
Kota  yang 
besarnya tidak lebih dari luas sebuah kecamatan di Indonesia ini  memang
 sangat istimewa. Walaupun kecil namun jumlah mesjidnya saja  sangat 
banyak, kurang  lebih 365 buah, dan zawiyah-zawiyah yang makna  asalnya 
adalah pojok-pojok yang berfungsi sebagai tempat ibadah para  ubbad 
(ahli ibadah). Disitu para pelajar belajar ilmu nahwu, fiqh, dan  
ilmu-ilmu lainnya dengan para guru-guru yang ada di tiap-tiap zawiyah  
atau mesjid tersebut. Seperti zawiyah Syekh Ali bin Abu Bakar as-Sakron 
 bin Abdurrahman as-Seqqaf yang diasuh oleh al-Allamah Mufti Diyar  
Hadramiyah al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, kemudian  
zawiyah mesjid Sirjis dan Awwabin dengan Syekh al-Allamah Muhammad bin  
Ahmad al-Khatib, zawiyah mesjid Nafi’ diasuh al-Allamah Syekh Ahmad bin 
 Abdullah al-Bakri al-Khatib (setelah wafat guru beliau yang juga 
pendiri  zawiyah tersebut, al-Allamah Ahmad bin Abdullah Balfaqih pada 
tahun  1299 H, dan setelah wafat al-Habib Abu Bakar bin Abdullah Bakar  
al-Khered), kemudian mesjid Suwayyah pengajarnya juga Syekh Ahmad,  
mesjid bani Hatim (sekarang dikenal dengan mesjid ‘Asyiq) mudarrisnya  
al-Allamah Alwi bin Abdurrahman bin Abu Bakar Al-Masyhur, zawiyah Syekh 
 Salim bin Fadhal Bafadhal dengan pengasuh al-Habib Abu Bakar bin  
Abdullah          al-Kherred (meninggal tahun 1312 H) dan lain  
sebagainya.
 Demikinlah kegiatan-kegiatan ilmiah yang ada 
di  kota ini begitu ramai dan tatkala pelajar dari luar Tarim kian 
banyak  dan dirasa kian sulit mendapatkan tempat tinggal, berkumpullah 
para  pemuka kota ini guna memecahkan masalah itu, diantara mereka dari 
 keluarga al-Haddad, as-Sirri, al-Junaid dan al-Arfan.
Nama Perguruan
Pertemuan
  itu menghasilkan kesepakatan untuk mendirikan sebuah rubath (ma’had)  
yang kemudian dinamakan “RUBATH TARIM”. Persyaratan bagi calon pelajar  
juga dibahas pada kala itu, kriteria utama antara lain: calon santri  
adalah penganut salah satu mazhab dari empat mazhab fiqh (Maliki,  
Hanafi, Syafi’i, dan Hambali) dan dalam aqidah bermazhab Asy’ariyah  
(mazhab Imam Abi Hasan Al-Asy’ari)     
Tahun Diresmikan
   
  Setelah membuat kesepakatan diatas dimulailah pembangunan Rubath 
Tarim.  Untuk keperluan ini, Habib Ahmad bin Umar as-Syatiri (wafat  di 
Tarim  tahun 1306 H) mewakafkam rumah beliau (dar muhsin) dan 
pekarangannya  yang berada disebelah pasar di halaman mesjid Jami’ Tarim
 dan mesjid  Babthoinah (sekarang mesjid Rubath Tarim). Wakaf juga 
datang dari  al-Allamah al-Muhadisth Muhammad bin Salim as-Sirri (lahir 
di Singapura  1264 H, dan wafat di Tarim 1346 H)
    Habib
 Salim bin  Abdullah as-Syatiri (pengasuh Rubath Tarim sekarang) 
menambahkan bahwa  pedagang-pedagang dari keluarga al-Arfan juga 
mewakafkan tanah yang  mereka beli di bagian timur, mereka kemudian 
dijuluki tujjaru ad-dunya  wa al-akhirah (pedagang dunia dan akhirat). 
Datang juga sumbangan  melalui wakaf rumah, kebun, dan tanah milik 
keluarga-keluarga habaib di  luar Yaman, seperti Indonesia, Singapura, 
dan Bombosa Afrika. 
Akhirnya  selesailah pembangunan 
Rubath Tarim di bulan Dzulhijjah tahun 1304 H  dan secara resmi dibuka 
pada 14 Muharram 1305 H, keluarga al-Attash  tercatat sebagai santri 
pertama yang belajar di Rubath Tarim kemudian  datang keluarga 
al-Habsyi,begitu selanjutnya berdatangan para pelajar,  baik dari 
Hadramaut sendiri maupun dari luar Hadramaut  bahkan dari luar  negeri 
Yaman. Habib Ahmad bin Hasan al-Attash berkata: “Perealisasian  
pembangunan Rubath Tarim ini tidak lain adalah niat semua  
salafusshalihin alawiyiin, hal ini terbukti dengan mamfaatnya yang besar
  serta meluas mulai dari bagian Timur bumi dan Barat”.
Pengasuh
-  Pengasuh I   
Mufti
  Diyar Hadramiyah Sayyidina al-Imam al-Habib Abdurrahman bin Muhammad  
al-Masyhur (pengarang kitab Bugyatul Mustarsidin), beliau  lahir di  
Tarim tahun 1250 H. Beliau mengasuh Rubath Tarim hingga tahun 1320 H,  
dengan dibantu ulama-ulama lain yang ada pada masa itu, seperti  
al-Allamah Syekh Ahmad bin Abdullah al-Bakri al-Khatib (1257-1331 H),  
al-Allamah an-Nahrir Habib Alwi bin Abdurrahman al-Masyhur (1263-1341), 
 al-Faqih   al-Qadhi Husein bin Ahmad bin Muhammad al-Kaff (menjadi 
qadhi  di Tarim selama dua periode, wafat 1333 H), al-Allamah as-Sayyid 
Hasan  bin Alwi bin Sihab, al-Allamah Syekh Abu Bakar bin Ahmad         
 al-Bakri al-Khatib (1286-1356). Para mudarris inilah yang mengajar di  
Rubath Tarim sejak pertama kali dibuka pada tahun 1305 hingga tahun 1314
  H.  
-  Pengasuh II
Al-Allamah al-Habib 
Ali bin  Abdurrahman al-Masyhur (lahir di Tarim tahun 1274 H), mudarris 
di  zawiyah Syekh Ali bin Abu Bakar bin Abdurrahman as-Segaf. Beliau  
mengasuh Rubath Tarim sejak wafatnya sang ayah (al-Habib Abdurrahman bin
  Muhammad al-Masyhur) pada tahun 1320 H dan terus berlangsung hingga  
tahun 1344 H ketika beliau berpulang ke rahmatullah pada tahun itu pada 
 tanggal 9 Syawal.
-  Pengasuh III  
Al-Habib
 Abdullah  bin Umar as-Syatiri ra (lahir di Tarim bulan Ramadhan tahun 
1290 H),  yang kemudian diberi mandat oleh pemuka kota Tarim untuk 
menjadi  pengasuh ketiga yang semula menjadi wakil Habib Ali bin 
Abdurrahman  al-Masyhur sejak tahun 1341 H jika beliau berhalangan 
mengajar dan telah  menjadi mudarris di Rubath Tarim sejak datang dari 
Mekkah pada tahun  1314 H. Pada mulanya beliau belajar di kota kelahiran
 kepada para  masyayikh di sana terutama kepada Habib Abdurrahman 
al-Masyhur, Habib  Alwi bin Abdurrahman al-Masyhur dan Habib Ahmad bin 
Muhammad    al-Kaff.  Kemudian beliau pindah ke Seiwun (25 Km sebelah 
barat laut kota Tarim)  dan belajar di Rubath Habib Ali bin Muhammad bin
 Husien al-Habsyi selama  kurang lebih empat bulan, juga kepada Habib 
Muhammad bin Hamid  as-Segaff, dan saudara beliau Umar bin Hamid 
as-Segaf, serta Habib  Abdullah bin Muhsin as-Segaf. 
   
 Pada waktu berumur 20  tahun (tahun 1310 H), beliau pergi ke Mekkah 
bersama orang tua beliau  Habib Umar As-Syatiri, untuk menunaikan ibadah
 haji dan ziarah kepada  Rasulullah saw. Setelah selesai menunaikan 
ibadah haji, beliau meminta  izin kepada ayah beliau untuk tinggal di 
Mekkah guna menuntut ilmu. Dan  tercatat sejak tanggal 15 Muharram 1211 H
 hingga 15 Dzulhijjah 1313 H  beliau belajar pada ulama-ulama di kota 
suci itu, diantaranya kepada  Syekh al-Allamah Umar bin Abu Bakar Ba 
Junaid, Syekh al-Allamah Muhammad  bin Said Babsheil, Habib Husien bin 
Muhammad bin Husien al-Habsyi  (saudara Habib Ali bin Muhammad 
Al-Habsyi, Seiwun), Habib Ahmad bin  Hasan al-Attash, dan al-Faqih 
al-Abid Abu Bakar bin Muhammad Syatho  (pengarang kitab Hasyiyah I’anatu
 at-Thalibin ‘ala Fathi al-Mu’in).
     Konon ilmu nahwu 
sangat sulit bagi beliau, sampai beliau berujar  (sebagaimana yang 
dituturkan putera beliau Habib Salim bin Abdullah  as-Syatiri):”…..dulu 
saya punya kitab Kafrawi syarah al-Jurumiah yang  penuh dengan air 
mata….. “ kerena sulitnya ilmu itu bagi beliau. Namun  kemudian Allah 
SWT menganugerahi beliau ke-futuh-an.”….tatkala saya  berada di Mekkah, 
semua risalah yang datang, saya taruh dibawah tempat  tidur, saya 
berdo’a di Multazam agar Allah SWT membukakan bagi saya ilmu  yang 
bermamfaat, dan agar ilmu saya menyebar di bumi barat dan timur,  maka 
acap kali saya berdo’a dengan do’a ini, terlintas dalam benak,  bahwa 
saya akan menjadi musafir yang pindah dari  negeri satu ke negeri  yang 
lain untuk mengajar umat, akan tetapi berapa lama umur manusia  untuk 
semua itu ?…”. Maka Allah SWT mengabulkan do’a beliau, Allah SWT  
memudahkan perjalanan Rubath ini, sehingga para penuntut ilmu  
berdatangan dari penjuru dunia, mereka menjadi ulama, dan menyebarkan  
ilmu mereka masing-masing maka menyebarlah ilmu beliau (Habib Abdullah  
bin Umar as-Syatiri) di timur dan barat.
    Sayyid 
Muhammad bin  Salim bin Hafizd (salah seorang murid beliau) 
berujar:”……..Habib  Abdullah bercerita kepada kami bahwa lama tidur 
beliau kala itu (selama  balajar di Mekkah) tidak lebih dari 2 jam saja 
setiap harinya, beliau  belajar kepada guru-gurunya sebanyak 13 mata 
pelajaran pada siang dan  malam, serta menelaah kembali semua pelajaran 
itu (tiap hari)……”.
Selama  kurang lebih lima puluh tahun 
beliau mengajar di Rubath Tarim  (1314-1361 H) selama itu hanya enam jam
 beliau berada dirumah, sedang  delapan belas jam dari dua puluh empat 
jam tiap hari, beliau berada di  Rubath Tarim untuk mengajar dan 
memimpin halaqah-halaqah ilmiah, jumlah  murid yang telah belajar di 
Rubath Tarim tak dapat diketahui secara  pasti jumlahnya. Dalam biografi
 Habib Muhammad bin Abdullah al-Hadar  (salah seorang murid di Rubath 
Tarim) menyebutkan bahwa lebih dari  13.000 alim telah keluar dari 
Rubath Tarim di bawah asuhan Habib  Abdullah bin Umar as-Syatiri.
-   Pengasuh IV  
Al-Habib Hasan bin Abdullah bin Umar as-Syatiri.
-   Pengasuh V 
Al-Habib Salim bin Abdullah bin Umar as-Syatiri (pengasuh sekarang).
Luas Bangunan
Saat
  ini, bangunan Rubath Tarim yang luasnya sekitar 500 m persegi ini  
menampung pelajar dari berbagai belahan dunia terutama pelajar Indonesia
  yang hampir mendominasi warga Rubath Tarim.
Sistem Belajar
Sejak
  berdiri hingga sekarang (kurang lebih 121 tahun) pengajian di Rubath  
Tarim dilaksanakan dengan sistem halaqah yang dibimbing oleh para  
masyayikh. Klasifikasi ini disesuaikan dengan tingkatan masing-masing  
pelajar. Tiap halaqah mengkaji berbagai fan keilmuan tak kurang dari  
sepuluh halaqah sejak pagi hingga malam mengkaji ilmu-ilmu agama dan  
diikuti oleh para pelajar dengan disiplin dan khidmat.
Kitab-Kitab Yang Dipelajari
Adapun kitab-kitab yang dikaji pada tiap halaqah disesuaikan dengan kemampuan pelajar (semacam tingkatan kelas), antara lain:
    *    Umdah
    *    Fathul mu’in
    *    Minhajut Thalibin dan sarahnya
    *    Nahwu
    *    Fawaid Sugro dan Kabir
    *   Matan al-Jurumiah
    *    Al-Fushul al-fikriah Fiqh
    *    Ar-risalatul al-Jamiah
    *    Safinatun Najah
    *    Mukhtasar Shogir
    *    Mukhtasar Kabir
    *   Abi Syuja’
    *   Fathul Qarib
    *   Zubad
    *   Mutammimah -
    *  Qatrun Nida
    *   Syaddzu adzhab
    *   Alfiah Ibnu Malik
    *   Zawaid (tambahan) Alfiah Ibnu Malik
Setelah menamatkan kitab-kitab diatas para pelajar melanjutkan pada materi-materi lain, seperti Hadist, Tafsir, Usul fiqh.
Waktu Belajar
Para
  pengurus Rubath Tarim memperhatikan semua aktifitas pelajar dengan  
secara cermat. Jadual rutinitas keseharian para pelajar dimulai sejak  
sebelum shalat Subuh dengan melaksanakan shalat Tahajud, dilanjutkan  
shalat Subuh berjamaah di mesjid Babthoin, disertai pembacaan aurad.
Baru
  kira-kira pukul 05.00 s.d 07.00 pagi, digelar pengajian nahwu atau  
lebih akrab disebut dars nahwu. Setelah itu para pelajar dipersilahkan  
makan pagi. Pada jam 07.30 dilaksanakan mudzakarah tiap halaqah selama  
sekitar setengah jam untuk persiapan pengajian yang akan di pelajari  
bersama masyayikh yaitu hafalan matan sampai pukul 09.00.
Selama
  tiga jam berikutnya adalah waktu istirahat hingga Dzuhur, setelah  
menunaikan shalat Dzuhur diadakan hizb (tadarus) al-Qur’an selama  
setengah jam. Setelah itu para pelajar dianjurkan tidur siang untuk  
persiapan mengaji pada sore hari.
Pada pukul 15.00 setelah
 shalat  ashar berjamaah, semua pelajar mengaji tiap halaqah sampai 
pukul 17.00,  setelah shalat magrib dilanjutkan dengan hizb (tadarus) 
Al-Qur’an dan  pengajian halaqah sampai pukul 20.15. Setelah makan malam
 para pelajar  diharuskan mengikuti halaqah selama setengah jam untuk 
persiapan  pelajaran pagi.
Staf Pengajar
1.    Al-Habib Salim bin Abdullah bin Umar as-Syatiri
2.    Syekh Abu Bakar Muhammad Balfaqih
3.    Syekh Umar Abdurrahman al-Atthas
4.    Syekh Abdullah Abdurrahman al-Muhdhar
5.    Syekh Muhammad Ali al-Khatib
6.    Syekh Muhammad Ali Baudhan
7.    Syekh Abdullah Umar bin Smith
8.    Syekh Abdurrahman Muhammad al-Muhdhar
9.    Syekh Hasan Muhsin al-Hamid
10.    Syekh Abdullah Shaleh Ba’bud
11.    Syekh Muhammad Al-Haddad
12.    Syekh Abdullah Umar Bal Faqih
Selain para masyayikh diatas, para senior juga diwajibkan membimbing halaqah tingkat bawahnya.
Fasilitas
    *     50 kamar
    *     Wartel
    *    Toserba
    *     Perpustakaan
Penutup
Sebagian ulama yang telah belajar di Rubath Tarim , antara lain:
-   
  Al-Imam Syaikhul Islam al-Habib Muhammad bin Abdullah        al-Haddar
  (1340-1418 H), mufti propinsi Baidha, Yaman dan pendiri Rubath 
al-Haddar  lil ulumus Syariat.
-    Al-Allamah Habib Hasan bin Ismail bin Syekh, pendiri Rubath Inat Hadramaut.
-  Al-Allamah al-Habr, pejabat qadhi as-syar’i Baidha, Habib Muhammad bin Husien al-Baidhawi.
-   Al-Habib Abdullah bin Abdurrahman Ibn Syekh Abu Bakar bin Salim, pendiri Rubath Syihir.
-   Al-Habib Husien al-Haddar, ulama besar kelahiran Indonesia dan meninggal di Mukalla Hadramaut.
- 
  Al-Habib Muhammad bin Salim Bin Hafizd Ibn Syekh Abu Bakar bin Salim, 
 pengarang dari berbagai kitab fikih dan faraid ayah dari al-Habib Ali  
Masyhur bin Hafizd dan al-Habib Umar bin Hafizd pendiri ma’had Dar  
Al-Musthafa Tarim Hadramaut.
- Al-Habib al-Wara’ as-Shufi  Ahmad 
bin  Umar as-Syatiri, pengarang kitab Yakutun Nafis, Nailurraja’ syarah 
 Safinatun Naja  dan sebagainya.
- Al-Habib Muhammad bin Ahmad  
as-Syatiri, pengarang kitab Syarah Yaqutun Nafis, Mandzuma Al-Yawaqit  
fifanni Al-Mawaqit (ilmu falaq), kitab Al-Fhatawa Al-Muassyirah dan  
sebagainya.
- Al-Allamah Syekh Muhammad bin Salim al-Baihani, pendiri ma’had Al’ilmi, Aden.
- Al-Allamah Habib Muhammad bin Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, Jakarta, Indonesia.
-
  Al-Wajih an-Nabil al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Balfaqih (wafat tahun
  1381 H), pengasuh ma’had Darul Hadist al-Faqihiyyah, Malang, 
Indonesia.
- Al-Faqih an-Nabil pejabat qadhi as-syar’i Banjarmasin Syekh Ahmad Said Ba Abdah.
-   Habib Abdullah al-Kaff, Tegal, Indonesia.
-    Habib Ahmad bin Ali al-Attas, pekalongan.
-    Habib Abdurrahman bin Syekh al-Attas, Jakarata.
-    Habib Abdullah Syami al-Attas, Jakarta.
-    Syekh al-Allamah Umar Khatib, Singapura.
-    Habib ‘Awad Ba ’Alawi, sesepuh ulama Singapura.
-    Syekh Abdurrahman bin Yahya, qadhi Kelantan, Malaysia.
-   
  Sayyid al-Muhafizd al-Majid al-Adib Hamid bin Muhammad bin Salim bin  
Alwi as-Sirri, pengajar di Rubath Tarim dan Jam’iyatul al-Haq di kota  
yang sama, kemudian pindah dan mengajar di Malang, Indonesia.
-    Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad, Mufti Johor, Malaysia.
Dan
  banyak lagi para ulama yang telah belajar di Rubath Tarim ini, yang 
tak  mungkin disebutkan nama-nama mereka yang mencapai ribuan. Habib 
Alwi  bin Muhammad bin Ahmad al-Muhdhar di Indonesia, berkata:”…tak 
kutemukan  satu daerah atau pulau di Indonesia yang saya masuki, kecuali
 saya  dapati orang orang yang menyebarkan ilmu disana adalah alumni 
Rubath  Tarim ini atau orang yang belajar kepada orang yang telah 
belajar  disini…”.
Habib Musthafa bin Ahmad al-Muhdar 
menulis pada  sebagian surat beliau kepada ahli Tarim: ”Ilmu as-Syatiri 
(Habib  Abdullah bin Umar as-Syatiri) teruji dengan penyebarannya 
menyebar ke  segala penjuru, dari daerah yang satu ke daerah yang lain, 
menyebar ke  Hindia, China, negara-negara Arab, Somalia, Malabar, dan 
sebagainya..”.
Sayyid  Muhammad bin Salimwalaikum sala bin
 Hafizd menambahkan (Habib Abdullah  as-Syatiri) berhak mengatakan jika 
beliau mau sebagaimana yang dikatakan  Imam Abi Ishaq as-Syairozi 
tatkala memasuki Khurasan,”tak aku dapati  disatu kota pun dari 
kota-kota disana, Qadhi atau Alim kecuali dia  adalah muridku atau murid
 dari muridku..”
    Demikianlah  sekelumit sejarah Rubath
 Tarim yang panjang dan agung, yang telah  belajar di sana beribu-ribu 
ulama, al-allamah, faqih, mufti, qadhi,  syair bahkan para aulia Allah 
SWT. Dan saat ini Rubath Tarim telah  memasuki usia yang ke-121 tahun, 
ratusan pelajar dari Yaman, Indonesia,  Malaysia, Singapura, Tanzania, 
Afrika, dan sebagainya tengah menimba  ilmu di sana, di bawah asuhan 
al-Allamah Habib Salim bin Abdullah  as-Syatiri.
Allahumma ya Man waffaqa ahla al-khoir  li khoiri wa a’annahum ‘alaihi, waffiqna lil khoiri   wa a’innaa ‘alaihi, Amin…
(berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar