بِسْــــــ...ــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــم
Sikap
merendah tanpa menghinakan diri- merupakan sifat yang sangat terpuji
di hadapan Allah dan seluruh makhluk-Nya. Sudahkah kita memilikinya?
Merendahkan diri (tawadhu’)
adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan
seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana
Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Sifat terpuji ini mencakup dan
mengandung banyak sifat terpuji lainnya.
Tawadhu’ adalah
ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya
baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Artinya, janganlah kamu
memandang dirimu berada di atas semua orang. Atau engkau menganggap
semua orang membutuhkan dirimu.
Lawan dari sifat tawadhu’ adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan sombong dengan sabdanya:
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
Jika
anda mengangkat kepala di hadapan kebenaran baik dalam rangka
menolaknya, atau mengingkarinya berarti anda belum tawadhu’ dan anda
memiliki benih sifat sombong.
Tahukah anda apa yang diperbuat Allah subhanahu wa ta’ala
terhadap Iblis yang terkutuk? Dan apa yang diperbuat Allah kepada
Fir’aun dan tentara-tentaranya? Kepada Qarun dengan semua anak buah dan
hartanya? Dan kepada seluruh penentang para Rasul Allah? Mereka semua
dibinasakan Allah subhanahu wa ta’ala karena tidak memiliki sikap tawadhu’ dan sebaliknya justru menyombongkan dirinya.
Tawadhu’ di Hadapan Kebenaran
Menerima dan tunduk di hadapan kebenaran sebagai perwujudan tawadhu’ adalah
sifat terpuji yang akan mengangkat derajat seseorang bahkan
mengangkat derajat suatu kaum dan akan menyelamatkan mereka di dunia
dan akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Negeri
akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan
diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yang baik bagi
orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83)
Fudhail bin Iyadh rahimahullahu
(seorang ulama generasi tabiin) ditanya tentang tawadhu’, beliau
menjawab: “Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepadanya
serta menerima dari siapapun yang mengucapkannya.” (Madarijus Salikin, 2/329). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidak
akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan Allah tidak akan menambah
bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah
seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan akan Allah angkat
derajatnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam kitab Madarijus Salikin (2/333)
berkata: “Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran
walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya atau yang
dimusuhinya maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada
Allah karena Allah adalah Al-Haq, ucapannya haq, agamanya haq. Al-Haq
datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa
menyombongkan diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala
yang datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.”
Perintah untuk Tawadhu’
Dalam pembahasan masalah akhlak, kita selalu terkait dan bersandar kepada firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasul teladan yang baik.” (Al-Ahzab: 21)
Dalam
hal ini banyak ayat yang memerintahkan kepada beliau untuk tawadhu’,
tentu juga perintah tersebut untuk umatnya dalam rangka meneladani
beliau. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 215).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya
Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga
seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat
zhalim atas yang lain.” (Shahih, HR Muslim no. 2588).
Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kepada kita bahwa tawadhu’ itu
sebagai sebab tersebarnya persatuan dan persamaan derajat, keadilan
dan kebaikan di tengah-tengah manusia sebagaimana sifat sombong akan
melahirkan keangkuhan yang mengakibatkan memperlakukan orang lain dengan
kesombongan.
Macam-macam Tawadhu’
Telah dibahas oleh para ulama sifat tawadhu’ ini
dalam karya-karya mereka, baik dalam bentuk penggabungan dengan
pembahasan yang lain atau menyendirikan pembahasannya. Di antara mereka
ada yang membagi tawadhu’ menjadi dua:
1. Tawadhu’ yang terpuji yaitu ke-tawadhu’-an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah.
2. Tawadhu’ yang dibenci yaitu tawadhu’-nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada di sisinya. (Bahjatun Nazhirin, 1/657).
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar