Jumat, 01 Juni 2012

‘‘~~Sidang Rebutan Mengasuh Ibu”~~

‘‘~~Sidang Rebutan Mengasuh Ibu”~~

oleh Muhammad Fakhrul Ar-Rozi pada 23 Maret 2012 pukul 13:20 ·
Haizan. dia adalah lelaki yang tegar dan bertanggung jawab. Sejak usia remaja hingga menjadi dewasa tidak pernah menangis. Tapi kali ini dia benar-benar tidak bisa menahan linangan air matanya . Dia menangis bukan karena di-PHK. Dia menangis bukan karena dipersalahkan oleh pengadilan. Dia menangis tidak karena menjadi anak durhaka kepada orang tuanya, juga tidak karena dimarahi ibunya. Dia menangis bukan karena sakit, atau karena disakiti orang lain. Dia hanya menangisi dirinya sendiri yang tidak berdaya.

Haizan sudah sekian lama hidup bersama ibu dan satu adik. Karena dia menjadi kakak, maka dia mengambil tanggung jawab atas ibu dan adiknya. Adiknya diperjuangkan agar tetap bisa melanjutkan sekolah hingga bisa mengubah nasibnya dan menjadi orang yang berhasil, walau kala itu memang hidupnya pas-pasan.

Benar. Adik Haizan telah berhasil dan hidup berkecukupan, tetapi tinggal dikota yang jauh dari ibunya. Sementara itu Haizan masih hidup bersama ibunya. Suatu hari adik Haizan datang menjenguk ibu dan saudaranya. Dalam kesempatan itu, adik Haizan meminta agar ibunya dibawa ikut bersamanya ke kota tempat di mana dia tinggal, supaya kehidupan ibu bisa lebih terjamin. Tetapi Haizan menolak, karena selama ini dia yang menjaganya dan hidup bersamanya dalam suka dan duka.

Haizan tidak ingin lepas dari bunya, ia ingin merawatnya hingga ajal menjemputnya, dan itu adalah bagian dari baktinya kepada ibu. Sebaliknya, adik Haizan juga merasa punya hak untuk berbakti kepada ibu, dan bukti bakti itu akan diwujudkan dengan merawat dan memberikan fasilitas yang diperlukan ibu. Adik Haizan melihat kakanya tidak punya kemampuan materi untuk itu.

Apa yang terjadi adanya dua keinginan kakak dan adik itu ? Keduanya saling mempertahankan keinginannya, dan tidak ada yang mau mengalah. Pertengkaran mulut dan adu argumen tidak bisa dihindarkan. Akhirnya mereka sepakat membawa masalah ini ke pengadilan syariah.

Sidang pertama dijadikan oleh pengadilan sebagai forum mediasi untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Pengadilan memberikan beberapa alternatif solusi, misalnya dengan bergantian mengasuh, memberikan biaya hidup dan perawatan, atau mengasuh bersama-sama. Tetapi karena jarak tempat tinggal keduanya yang cukup jauh dan masing-masing ingin membaktikan diri secara fisik, mereka tidak bisa menerima saran itu. Mereka tetap meminta keputusan dari hakim dengan mengajukan dalilnya masing-masing, agar ditetapkan sebagai yang berhak merawat ibu. Maka sidang ditunda, dan hakim meminta pada sidang selanjutnya supaya ibu mereka dihadirkan.

Pada sidang kali ini, dua saudara kakak dan adik menghadirkan ibunya. Dari rumah mereka berdua sangat perhatian kepada ibu dan sama-sama mengangkatnya. Ibu yang sudah tua dan tidak lagi bertenaga itu didudukkan di kursi di hadapan hakim.

Hakim bertanya : "Ibu, bagaimana menurut ibu ? Kepada siapa ibu memilih ?"

Ibu menjawab : " pak Hakim, saya tidak bisa memilih. Mata kanan saya menangis untuk Haizan, dan mata kiri saya meneteskan air mata untuk adiknya. Ibu mana yang membeda-bedakan cinta an kasih sayang kepada anaknya. Mereka berdua adalah anak-anak saya".

Hakim terkagum-kagum kepada ibu, dan takjub kepada anak-anaknya yang menunjukkan kasih sayang dan bakti kepada ibu.

Bukankah ini peristiwa yang aneh di zaman kapitalis, dimana pada umumnya saudara-saudara sekandung akan merasa senang kalau ada salah satu saudara yang mengambil alih tanggung jawab terhadap orang tuanya ? jarang ada anak yang berebut pekerjaan merawat orang tua, biasanya yang ada hanyalah rebutan warisan. Tetapi anak-anak ini sungguh tidak rela melepaskan ibunya, hanya demi bisa berbakti kepada ibunya.

Melihat kondisi semacam itu, hakim harus memutuskan salah satu pilihan, apakah ibu hidup bersama Haizan atau hidup bersama adiknya. Pertimbangan hakim adalah jaminan masa depan dan kelangsungan hidup dan biayanya. Setelah melihat keadaan perekonomian adik Haizan yang lebih memungkinkan untuk masa depan ibu, maka hakim menetapkan ibu harus hidup bersama adik Haizan.

Haizan kalah dalam persidangan, dan harapannya untuk kembali hidup bersama ibu tidak tercapai. Maka pada saat itulah, Haizan menangis histeris. Dalam tangisnya dia mengadu kepada tuhan : "Ya Allah, jangan karena aku miskin, lalu aku tidak bisa memberikan bakti dan kebaikan kepada ibu".

Dan inilah tangisan seorang anak yang terus ingin bisa berbakti kepada orang tuanya, walau dirinya tidak punya kemampuan.

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar